Budaya Lokal
yang Menghambat Indonesia untuk Maju dan Budaya yang Mendorong Kemajuan Diri
dan Negara
Indonesia
adalah negara yang memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang artinya
Berbeda-beda tetap satu jua. Indonesia memiliki banyak perbedaan salah satunya
adalah budaya. Budaya-budaya di Indonesia sangatlah beragam dimulai dari budaya
dari provinsi masing-masing, budaya kebiasaan, dan budaya-budaya yang lainnya.
Budaya bisa disebut juga dengan indentitas atau karakter dari suatu daerah atau
negara tersebut. Selain itu ada juga budaya yang bisa menghambat negara untuk
maju. Berikut ini adalah beberapa budaya di Indonesia yang menghambat majunya
negara.
Dari sekian banyak factor – factor yang menghabat Indonesia
untuk maju, ada beberapa factor yang dominan dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, seperti:
1.
Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
Istilah
korupsi di Indonesia sepertinya sudah bukan kata yang asing untuk di dengar,
perilaku inilah salah satu yang bisa disebut sudah menjadi kebudayaan di
Indonesia yang sangat memperhambat majunya suatu negara.Selain menghambat
pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan sistem pemerintahan
demokratis. Korupsi memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri
atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan begitu korupsi
menutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan
ekonomi, dan kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam
melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata
pemerintahan – melalui konstruksi integritas nasional. Tata pemerintahan modern
mengedepankan sistem tanggung gugat, dalam tatanan seperti ini harus muncul
pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang yang juga harus mendukung
terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian
pula dengan pengadilan. Pengadilan yang merupakan bagian dari tata
pemerintahan, yudikatif, tidak lagi menjadi hamba penguasa. Namun, memiliki
ruang kebebasan menegakkan kedaulatan hukum dan peraturan. Dengan demikian akan
terbentuk lingkaran kebaikan yang memungkin seluruh pihak untuk melakukan
pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun, konsep ini penulis akui sangat mudah
dituliskan atau dikatakan daripada dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktu
yang cukup lama untuk membangun pilar-pilar bangunan integritas nasional yang
melakukan tugas-tugasnya secara efektif, dan berhasil menjadikan tindakan
korupsi sebagai perilaku yang beresiko sangat tinggi dengan hasil yang sedikit.
Peraturan
perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi
Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana
korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia
serius melawan dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Tebang
pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap
gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi akhir-akhir ini.
Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam
teks pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi.
Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari
kampanye anti korupsi di Indonesia. Pembahasan mengenai strategi pemberantasan
korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar, booming anti korupsi, begitulah
tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga dijewantahkan melalui
pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).
Celah
kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk
menghindar dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh
kasus yang paling anyar yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian.
Perspektif politik selalu mendominasi kasus-kasus hukum di negeri sahabat
Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus korupsi besar seperti kasus
korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya
akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.
2. Kebiasaan
jilat menjilat dan beking membeking
Saya yakin
kita semua sudah tahu, siapa yang dimaksud dengan penjilat. Bagi mereka yang
bekerja di perkantoran pasti sudah tidak asing lagi. Mereka mengibaratkan
penjilat adalah teman yang menikam dari belakang atau musuh dalam selimut.
Karena penjilat adalah orang yang mencari keuntungan dengan mengorbankan teman
sendiri.
Itulah
gambaran jilat menjilat di lingkungan perkantoran. Bagaima pula halnya jilat
menjilat di lingkungan bernegara? Pastilah penjilatnya berasal dari oknum2
pejabat pemerintah dan penegak hukum, atau sebaliknya merekalah yang menjadi
objek penjilat. Kalau di lingkungan kantor yang menjadi korban adalah pegawai
biasa, namun di lingkungan negara yang menjadi korban adalah rakyat dan negara
itu sendiri. Kasus pelemahan KPK dan skandal Bank Century salah satu contoh
yang tidak lepas dari upaya jilat menjilat antara oknum pejabat, penegak hukum
dengan orang seperti Anggoro/Anggodo atau sebaliknya, demi mendapatkan keuntungan
pribadi dan kelompok tertentu.
3. Selalu ingin
memperoleh sesuatu dengan cara Instan
Bisa
dibilang orang-orang yang selalu memakai cara-cara instan dalam mencapai tujuan
atau mendapat apa yang diinginkan adalah orang-orang pemalas karena tidak mau
berkeringat, tidak kreatif karena tidak mau berfikir, pengecut karena tidak
berani menerima tantangan. Orang-orang seperti ini tidaklah layak untuk memikul
tugas dan menerima tanggung jawab apapun. Mungkin saja sebagian besar dari
masyarakat kita ini lebih memilih cara-cara instan sehingga seperti inilah
jadinya negara kita.
4. Mendahulukan
keuntungan pribadi daripada kepentingan bangsa dan negara
Asal aku
dapat keuntungan besar, apapun akan aku lakukan. Mau mereka jungkir balik kek
mau mampus kek aku tidak peduli. Mungkin begitulah kira2 pemikiran orang-orang
yang tidak lagi mempedulikan bangsa dan negaranya. Orang-orang seperti ini akan
menempuh segala cara untuk mendapat keuntungan pribadi. Mereka tidak lagi
segan2 menipu dan mengakali rakyatnya sendiri. Jika orang2 yang bermental
seperti ini berpolitik maka dia akan melakukan politik2 kotor seperti jual beli
suara, politik dagang sapi dll. Orang-orang seperti ini juga rela merusak
negara sendiri dan menjajah bangsa sendiri demi kekayaan pribadi. Selama
orang-orang bermental seperti ini masih bercokol di bumi kita ini, maka selama
itu pula kita akan melihat tindakan-tindakan dan politik yang tidak bermoral,
tidak peduli dan pengrusakan secara membabi buta di segala sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara dan juga kerusakan pada alam lingkungan yang menjadi
sumber penghidupan.
5.
Tidak bersungguh-sungguh dan serius dalam berkarya
Tidak bisa
dipungkiri bahwa sebahagian besar produk-produk karya anak bangsa kita kurang
diminati dan kurang populer di Negara-negara lain, bahkan di negeri sendiri
sajapun masih belum mampu menjadi tuan rumah. Dalam hal ini sepertinya saya
lebih setuju dengan pendapat para teman-teman yang mengatakan bahwa, kurang
diminatinya produk2 hasil karya bangsa kita sebab, dalam membuat produk apapun
bangsa kita kurang serius dan kurang ber-sungguh2 menekuni hasil karyanya.
6. Kebiasaan
tidak disiplin dan melanggar hukum dan peraturan
Sudah banyak
sekali contoh membuktikan bahwa orang2 yang berhasil sukses adalah orang2 yang
selalu mentaati disiplin dan peraturan. Baik itu peraturan yang dibuat untuk
diri sendiri atau peraturan Agama dan peraturan Negara. Ingatlah satu negara
bisa makmur bila rakyatnya memiliki budaya berdisiplin yang tinggi. Lihat saja
seperti Jepang, Korea Singapore dll.
Sementara di
Indonesia sepertinya Tidak-berdisiplin dan melanggar hukum dan peraturan sudah
jadi budaya kita. Sepertinya peraturan sengaja dibuat untuk dilanggar. Memang
ada benarnya semboyan yang mengatakan “Bukan peraturan namanya kalau tidak
dilanggar” Tapi kalau terus menerus melanggar peraturan itu namanya salah
kaprah. Dari hal-hal kecil seperti memungut pajak dari orang2 pedagang kaki
lima, menerima uang dalam kasus Tilang menilang, sampai hal-hal berskala besar.
Kalau kita
benar-benar mau melihat negara ini aman, nyaman indah, makmur, dan sentosa,
maka biasakanlah berdisiplin dan mentaati segala hukum dan peraturan, baik itu
peraturan yang dibuat negara ataupun peraturan agama, termasuk juga peraturan
yang menyangkut ketertiban umum, pemukiman dan kelestarian alam lingkungan dll.
Budaya yang Mendorong Kemajuan Diri dan Bangsa
1. Budaya
Sebagai Sarana Kemajuan
Pada abad ke
19 Filfus Hegel membahas budaya sebagai keterasingan manusia dengan dirinya
sendiri .Dalam berbudaya manusia tak menerima begitu saja apa yang di sediakan
oleh alam,tetapi ia harus mengubahnya dan mengembangkan nya lebih lanjut.
Van Peursen
berusaha menjelaskan hal yang tampak serba bertentangan itu.Ia berkata “Dengan
mengembangkan alam,manusia memasukkan alam kedalam dirinya sendiri”.
Rousseau
mengajak manusia kembali pada alam(1750).karena alam merupakan sesuatu yang
ideal yang harus semakin didekati dan dicapai oleh manusia.
Sehubungan
dengan itu, Klages (1930) menulis, budaya merupakan bahaya bagi manusia
sendiri. Klages juga menyimpulkan bahwa manusia memang tak dapat hidup tanpa
budaya yang memuat ancaman bagi dirinya sendiri.
Kemudian,
Freud dalam brosurnya berjudul Das Unbehagen in derkultur (derita di dalam
budaya) menjelaskan bahwa budaya dapat bersifat neurotis. Dalam brosurnya yang
lain juga menjelaskan, Die Zukunft einer illusion (masa depan suatu ilusi) ia
menerangkan bahwa sumber budaya terdiri atas nafsu birahi (eros) dan
kedaruratan situasi terdesak.
Freud
menunjukkan bahwa segala usaha budaya manusia itu merugikan, karena menurut
pandangannya yang vitalitas itu manusia adalah homo natura yang udah selayaknya
mencari kebahagiaannya di dalam alam dunia dan berharap akan bertemu dengan
Tuhan.
2. Budaya
Membutuhkan Etika
Menurut
Calvin, didalam alam maupun budaya tersembunyilah bahaya, dalam menelaah alam
dan buadya, manusia menemukan unsure dosa melihat di dalamnya. Dengan demikian
seorang Calvinis yang mengenal dan menjalankan askese, tak menarik diri
di alam dunia. Calvin sendiri masih mengakui bahwa seni itu penting bagi
kehidupan manusia, tetappi penangannya harus dilakukan dengan cara sederhana
saja.
Hoenderdaal
menyimpulkan bahwa budaya itu bagaimana pun merupakan bagian dari kehidupan
manusia, baik sebagai hal yang berharga sehingga harus dikejarnya, maupun
sebagai yang tak berharga sehigga harus dijauhi.
Budaya
manusia dapat menaklukan alam, tetapi budaya juga dapat merusak alam. Alam dan
budaya merupakan dua kutub yang saling memerlukan dan memberi ruang kehidupan
bagi manusia. Budaya yang meluas dan melintas seprti halnya yng terdapat pada
ilmu, cenderung membahayakan manusia sendiri yang menciptakannya.
Untuk
berkembangnya ruang hidup yang manusiawi tak dapat ditempuh dengan jalan yang
mengagungkan budayawi saja ataupun yang alami saja. Kedua-duanya harus ditempuh
bersama, yakni alam dan buadaya dimana budaya itu sendiri takboleh ditumbuhkan
dengan teknik, tetapi harus di hayati dalam cakupan ilmu, etika dan seni.
Filosof
perancis Albert Schweizer pernah mengatakan bahwa mengembangkan budaya tenpa
etika pasti membawa kehancuran. Oleh sebab itu, dianjurkannya agar kita
memperjuangkan mati-matian unsure etika didalam mendasari budaya etika.
3. Produktivitas
Kemajuan
teknologi merupakan salah satu sisi untuk meningkatkan produktivitas, sisi yang
lain adalah penambahan modal dan tenaga kerja. Artinya bila sejumlah modal atau
tenaga kerja dilibatkan dalam proses suatu produksi, akan dihasilkan tambahan
hasil produksi sejumlah tertentu.
Semakin
banyak tenaga kerja yang dipergunakan, semakin meningkat pula produksi. Begitu
juga sebaliknya sejumlah modal hanya dikerjakan oleh tenaga kerja di bawah
batas yang diperlukan, sehingga modal itu belum berproduksi sesuai dengan
kapasitasnya. Jadi, ada keterkaitan antara modal dan tenaga kerja sebagai
factor-faktor produksi.
Produktivitas
dapat dicapai apabila tiap factor produksi dapat berproduksi sesuai dengan
kapasitasnya. Untuk menaikkan produktivitas barang modal adalah dengan
mempergunakan teknologi modern, dan untuk meningkatkan produktivitas sumber
daya manusia adalah dengan pendidikan, latihan serta alih teknologi. Untuk itu
pendidikan dan latihan yang berorientasi pada perwujudannya manusia mandiri
sangat diperlukan.
No comments:
Post a Comment